Ajang balap sepeda legendaris dan paling bergengsi di dunia, Tour de France edisi ke-111 mulai bergulir, dengan start dari Kota Florence Italia Sabtu, 29 Juni 2024 kemarin, hingga berakhir di Nice Perancis, pada 21 Juli 2024.

Di etape 1 yang berjarak 206 kilometer antara Florence-Rimini Italia, pembalap asal Perancis Romain Bardet yang berada dalam tim DSM-Firmenich PostNL berhasil menjadi juaranya, sekaligus berhak mengenakan Yellow jersey atau kaus kuning, sebagai penanda pemimpin klasemen umum di balapan yang akan menempuh jarak 3.948 kilometer dan terbagi ke dalam 21 etape ini.

Mengutip situs resminya, letour.fr, Tour de France tahun ini diikuti oleh 176 pembalap sepeda terbaik dunia yang terbagi ke dalam 22 tim balap sepeda profesional dari seluruh dunia.

Tour de France tahun ini akan menjelajahi empat negara berbeda, Italia, San Marino, Monaco, dan Perancis, dengan total elevasi mencapai 53.320 meter.

Agak berbeda dengan penyelenggaraan Tour de France sebelumnya, yang biasanya berakhir di Champ Elysees Paris, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah bakal finish di Nice, karena Paris sedang disibukan dengan persiapan Olimpiade musim panas 2024.

Tadej Pogacar asal Slovenia, menjadi cyclist yang paling diunggulkan di ajang Tour de France kali ini, setelah secara powerfull mampu menjuarai Giro d’ Italia 2024, salah satu event”Grand Tour” nya balap sepeda di dunia selain Tour de France dan Vuelta a Espana.

Namun, kayuhan Pogacar yang juga juara Tour de France 2020 dan 2021, untuk menjuarai Tour de France 2024, tak akan mudah lantaran peraih brace dua Tour de France terakhir, Jonas Vingergard asal Denmark bakal berjuang keras untuk mencetak hattrick di Kejuaraan balap sepeda yang penuh kontroversi ini.

Berbicara masalah kontroversi, Tour de France memang merupakan balapan sepeda yang pelaksanaan selalu diiringi oleh berbagai isu, dari mulai rasisme hingga doping yang dilakukan secara terstruktur.

Tentunya kita masih ingat kasus doping pembalap sepeda Legendaris asal Amerika Serikat, Lance Amstrong, juara Tour de France 7 kali berturut-turut (199-2006) yang kemudian gelarnya dilucuti setelah United States Anti-Doping Agency (USADA) menemukan bukti kuat penggunaan doping yang sistematis.

Kemudian, ada skandal doping lain yang oleh media disebut dengan Operacion Puerto yang terbongkar pada tahun 2006. Skandal ini melibatkan jaringan doping besar yang dipimpin oleh Dr. Eufemiano Fuentes. Lebih dari 50 pembalap sepeda profesional, termasuk beberapa peserta Tour de France, terlibat dalam skandal ini.

Selain Lance Amstrong, juara Tour de France lain yang terlibat kasus doping adalah Floyd Landis (2006) dan Alberto Contandor (2010).

Bagi dunia olahraga doping merupakan kejahatan etik yang paling memalukan, seperti halnya plagiat di dunia penulisan.

Oleh karena kasus-kasus ini, pamor dan reputasi Tour de France sebagai balapan paling bergengsi sejagat, sempat terjun bebas. Bahkan dampaknya menyeret olahraga balap sepeda secara keseluruhan ke titik nadir.

Mereka dianggap telah merusak kepercayaan publik terhadap olahraga ini dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas kompetisinya.

Namun, skandal ini juga telah mendorong upaya yang lebih besar untuk memerangi doping. Badan anti-doping seperti WADA (World Anti-Doping Agency) dan USADA telah meningkatkan pengujian dan penegakan aturan. Selain itu, tim dan pembalap telah mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan budaya olahraga yang bersih.

Beberapa tahun belakangan Tour de France terus berbenah, sehingga pamornya kembali bersinar dan kembali meraih kepercayaan publik.

Tour de France yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 1903 sebagai strategi promosi untuk surat kabar olahraga L’Auto. Balapan ini dirancang untuk menjadi yang terpanjang dan paling sulit, dengan rute awal mencapai 2.428 kilometer yang dibagi menjadi enam etape.

Sejak akhir abad ke-20, Tour de France diselenggarakan menjadi lebih profesional dan terorganisir. Teknologi sepeda dan pelatihan atlet semakin maju, dan balapan menjadi lebih kompetitif dan menarik untuk ditonton.

Tour de France menjadi semacam spotlight dunia balap sepeda global lantaran beberapa keistimewaan yang dimilikinya, antara lain, Rute Tour de France mencakup beragam lanskap Prancis dan sejumlah negara di daratan Eropa, mulai dari pedesaan yang indah hingga pegunungan yang menjulang tinggi. Beberapa tanjakan ikonik, seperti Alpe d’Huez dan Mont Ventoux, menjadi medan pertempuran legendaris bagi para pembalap.

Setiap kategori juara Angkaraja memiliki penanda khusus dengan menggunakan jersey warna tertentu, Pemimpin klasemen umum mengenakan jersey kuning (maillot jaune), yang menjadi simbol prestise dan kehormatan. Ada juga jersey hijau untuk pemimpin klasemen poin, jersey polka dot untuk raja tanjakan, dan jersey putih untuk pembalap muda terbaik.

Dan ternyata, seperti yang saya saksikan dalam film dokumenter yang dirilis media streaming Netflix bertajuk “Tour de France : Unchained” yang season keduanya baru saja ditayangkan, Tour de France tak sekadar adu kuat dan adu cepat belaka, tetapi juga tentang kerja tim yang solid.

Dokumenter ini menunjukkan kerja di balik layar tentang strategi, tantangan, dan drama yang terjadi di dalam dan di luar balapan, bagaimana tim bekerja sama untuk mendukung pembalap yang menjadi pemimpin mereka, dari mengatur kecepatan hingga menyediakan makanan dan minuman di tengah balapan.
Di film dokumenter yang mencuplik peristiwa balapan Tour de France tahun 2022 dan 2023 ini, juga menggambarkan pengorbanan para pembalap baik secara fisik maupun mental saat berkompetisi.

Pembalap peserta Tour de France harus berkorban banyak untuk mencapai tingkat kebugaran dan keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing di level tertinggi. Mereka harus menjalani pelatihan yang ketat, diet yang ketat, dan sering kali harus jauh dari keluarga dan teman-teman mereka selama berbulan-bulan.

Selain kekuatan fisik, pembalap Tour de France juga harus memiliki ketahanan mental yang kuat. Mereka harus menghadapi rasa sakit, kelelahan, dan tekanan yang luar biasa selama balapan.

Dari sisi team, karena balap sepeda dalam sistem tour ini juga berbicara tentang strategi dan taktik, hampir dipastikan tak ada satu pun pembalap yang mampu menjalani kompetisi secara maksimal jika tak ada dukungan dari tim.

Tour de France adalah balapan yang sangat taktis. Tim harus membuat strategi yang cermat untuk setiap etape, dan pembalap harus dapat membaca situasi balapan dan membuat keputusan cepat di tengah balapan.

Selain itu, Situs Angkaraja jalannya Tour de France penuh dengan drama dan ketegangan. Pembalap harus menghadapi cuaca yang tidak terduga, kecelakaan, dan serangan dari lawan mereka.

Dokumenter tentang Tour de France ini memberi semacam ilustrasi bagi para penontonya, tentang perayaan semangat manusia. Pembalap dan timnya, menunjukkan tekad, ketahanan, dan semangat juang yang luar biasa dalam mengejar impian mereka.

Menonton dokumenter Tour de France, menambah wawasan yang mendalam tentang penyelenggaraan balapan dan para pihak yang terlibat di dalamnya.

Hal ini adalah cara yang baik untuk menghargai kerja keras, dedikasi, dan semangat yang dibutuhkan untuk bersaing di level tertinggi olahraga balap sepeda ini.

Sembari, menyaksikan secara gamblang bahwa olahraga itu adalah tentang sportivitas, bersaing dengan keras saat berkompetisi, tapi dalam saat bersamaan menyimpan dan menyampaikan respek yang tinggi, apapun hasil yang diraihnya.