Jakarta – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian telah membuka kemungkinan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sebagai respons terhadap banyaknya tindakan menyimpang dari berbagai ormas di Indonesia.

Dia menegaskan bahwa penting untuk ketat mengawasi ormas agar lebih bertanggung jawab.

“Kita melihat banyak sekali kejadian ormas yang melampaui batas. Mungkin perlu diadakan mekanisme pengawasan yang lebih ketat, seperti masalah finansial dan audit keuangan,” ungkap Tito ketika ditemui wartawan CVTOGEL LOGIN di Jakarta pada hari Jumat.

Dia merujuk pada pentingnya mengevaluasi sistem pengawasan, terutama mengenai transparansi keuangan.

Menurut Tito, jika terdapat kebingungan tentang cara dan pemanfaatan dana ormas, hal itu bisa menciptakan kesempatan untuk penyalahgunaan kuasa di tingkat bawah.

Dia menekankan bahwa ormas adalah bagian dari sistem demokrasi yang mengizinkan kebebasan dalam berkumpul dan berorganisasi.

Namun, dia juga memperingatkan bahwa kebebasan itu tidak boleh disalahgunakan untuk melakukan intimidasi, pemerasan, atau kekerasan.

“Jika kegiatan ini bersifat terstruktur dan ada instruksi dari organisasi, maka akan dikenakan sanksi pidana sebagai organisasi,” tegas mantan Kapolri tersebut. Menurut Tito, Undang-Undang Ormas yang dibuat setelah reformasi pada tahun 1998 menekankan pada kebebasan sipil.

Namun, selama perkembangan, beberapa organisasi menyalahgunakan status ormas untuk mengejar kuasa dengan cara yang menekan.

“Setiap undang-undang tentu saja mengalami dinamika. Perubahan mungkin akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang ada,” jelasnya.

Meskipun demikian, Tito menambahkan bahwa revisi tetap harus mengikuti proses legislasi, termasuk melibatkan DPR RI sebagai lembaga yang berwenang.

“Jika ada usulan dari pemerintah, maka akan diserahkan kepada DPR. DPR yang akan mendiskusikan dan membuat keputusan,” papar Tito. Dia juga mengingatkan betapa pentingnya penegakan hukum bagi pelanggaran yang terjadi, baik oleh individu maupun lembaga.

Dia memberi contoh kasus pembakaran mobil polisi yang merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindaklanjuti sesuai hukum. “Jika itu merupakan tindak pidana, maka harus ada penindakan. Proses pidana harus berjalan. Hukum harus ditegakkan agar stabilitas keamanan terjaga,” tutupnya.

Komisi III DPR juga menyoroti tindakan premanisme yang menyamar sebagai ormas. Baru-baru ini, terdapat dua insiden yang melibatkan ormas.

Insiden pertama adalah komentar Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebutkan ormas mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Insiden kedua adalah pembakaran mobil polisi yang dilakukan oleh empat orang anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.