Akhir-akhir ini saya dibuat tercengang melihat beberapa posting-an di berbagai platform media sosial dari akun-akun komunitas balap Formula 1 (F1), isinya adalah informasi mengenai nonton bareng F1 Grand Prix of Las Vegas, Amerika Serikat di berbagai kota besar di Pulau Jawa. Memang acara nonton bareng belakangan sudah banyak dilakukan, tidak hanya sepak bola, tetapi balap motor (MotoGP) maupun F1 antusiasme orang-orang yang hadir pun sama halnya. Saya bersikap pragmatis saja, apakah fenomena ini pengaruh persaingan perebutan gelar juara dunia pebalap antara Max Verstappen dengan Lando Norris atau persaingan gelar juara dunia konstruktor antara tiga tim, Red Bull-McLaren-Ferrari? Mungkin saja iya, tetapi bisa jadi dua hal tersebut inilah yang disebut efek berkesinambungan antara euforia penggemar (fans) terhadap suatu event besar olahraga bergengsi di dunia, terutama event balap (motorsports) sekelas F1.
Indonesia, surga pasar terbesar F1
Patut disyukuri negara kita sudah berhasil menggelar ajang olahraga balap bertaraf internasional seperti MotoGP, World Superbike, dan Formula E setelah pandemi COVID-19 melanda. Akan tetapi sebagai pasar terbesar, tentu negara kita belum cukup puas untuk menyelenggarakan setidaknya satu event olahraga balap lagi yang mendulang devisa atau pendapatan negara. Salah satunya yaitu F1. Mengapa F1? Dahulu sebelum krisis moneter melanda, kita hampir ditunjuk menjadi tuan rumah ajang balap F1 yang sejatinya akan di gelar di Sirkuit Internasional Sentul, Kab. Bogor, namun pada realisasinya gagal terlaksana. Kemudian saya menemukan sebuah artikel berita yang menurut saya agak ragu setelah membacanya, yaitu artikel tertanggal 18 Februari 2023 berjudul “IMI Targetkan Bintan dan PIK sebagai sirkuit F1 pada 2024” (sumber: ANTARA News).1 Lanjut Ketua Umum IMI Pusat, Bambang Soesatyo dengan lantang mengatakan bahwa sirkuit tersebut pembangunannya akan selesai pada akhir tahun 2024, lantas apakah bisa terwujud dalam waktu dekat?
Oke kita bahas secara realistis saja. Memang basis pendukung balap F1 Epictoto di negara kita menurut saya masih minoritas dibanding sepak bola, terutama Timnas. Namun untuk menyelenggarakan sebuah ajang Grand Prix (GP) tentu tidaklah murah dan menguras anggaran. GP Azerbaijan musim 2023 saja perlu merogoh sekitar US$ 57 juta (RP 907 miliar) untuk membayar hosting fee dan itu pun berbeda-beda biaya penyelenggaranya tiap seri.2 Kemudian dari segi penonton, penggemar F1 di Tanah Air masih kalah pamor dibanding dengan penggemar sepak bola Timnas Indonesia meski ada potensi untuk menarik minat masyarakat jika negara kita menggelar balap F1. Tentu bukan hal yang mudah, tetapi tidak ada yang tidak mungkin. Agar bisa mewujudkan mimpi menyelenggarakan event F1, perlu adanya dukungan, dorongan, dan sokongan yang besar dari seluruh pihak entah itu pemerintah, swasta, atau pihak-pihak lain yang terkait penyelenggaraan balap.
Menciptakan prestasi bukan sensasi
Selagi ada kesempatan atau momentum euforia dibalik pesatnya prestasi olahraga kita, sudah saatnya Indonesia layak menyelenggarakan Grand Prix berwujud open-wheeled cars. Tidak ada salahnya mencontoh negara tetangga yang sudah lama tidak menggelar F1 selama 7 tahun, kesempatan ini harus kita ambil. Namun yang menjadi catatan adalah tetap kawal proses mulai dari bidding, kesiapan sirkuit, sarana dan prasarana pendukung, hingga promosi event perlu diperhatikan secara seksama. Sehingga jika kita berhasil dan sukses menyelenggarakan F1, tentu nama bangsa dan negara akan dipertaruhkan. Tidak hanya dikenal basis penggemar sepak bola terbesar saja, balap pun juga tentu memiliki gengsi yang sama. Jika F1 saja sudah sukses, maka kejuaraan balap mobil lainnya pun berharap mengikuti kesuksesan yang sama, sehingga prestasi baik di tingkat ajang nasional maupun internasional akan datang dengan sendirinya.