
Jakarta – Erdianto Effendi, seorang ahli hukum pidana dari Universitas Riau (Unri), berpendapat bahwa hukuman mati harus diatur secara khusus dalam suatu undang-undang yang terpisah.
Erdianto mengungkapkan pendapatnya kepada cvtogel dari Jakarta pada hari Rabu, ketika ditanya tentang inisiatif pemerintah yang sedang menyusun Rancangan Undang-Undang Pelaksanaan Hukuman Mati. Dia menyatakan, “Penting untuk mempunyai undang-undang sendiri yang mengatur masalah ini. ”
Dia menambahkan bahwa ada beberapa aspek yang perlu dicantumkan dalam RUU tersebut, termasuk metode eksekusi, tempat pelaksanaan, petugas yang bertanggung jawab, waktu pelaksanaan, dan tingkat transparansinya.
“Perlu juga diatur berapa lama waktu yang diperlukan untuk mempertimbangkan apakah terpidana sudah benar-benar menyesal,” katanya CVTOGEL.
Erdianto menekankan pentingnya menentukan siapa yang dapat menjadi anggota tim penilai tersebut.
“Jangan sampai hanya lembaga pemasyarakatan yang memiliki hak atas hal ini, karena bisa saja menimbulkan peluang untuk tindakan korupsi. Pihak luar juga harus dilibatkan,” ujarnya sebagai pengingat.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator untuk Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), menyatakan bahwa pemerintah sedang menyusun RUU untuk pelaksanaan hukuman mati.
Dalam konfirmasinya pada Selasa, 8 April, Yusril menjelaskan bahwa RUU tersebut adalah bagian dari peraturan untuk UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang direncanakan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Dia juga menjelaskan bahwa dalam UU KUHP tersebut, terpidana mati harus menjalani masa tahanan selama 10 tahun untuk dinilai apakah dia sudah benar-benar tobat dan menyesal atas apa yang telah dilakukan.
Yusril menambahkan bahwa jika terpidana dianggap sudah menyesal, hukumannya dapat diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Aturan ini berlaku untuk narapidana dengan hukuman mati, baik yang merupakan warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA).